Isnin, 1 November 2010

IBU, sinOnim cinta

Sesungguhnya anugerah yang begitu besar yang ALLAH SWT turunkan di bumi, adalah ketika Dia menciptakan dan kemudian menitipkan rasa CINTA di hati kita. Dan soal cinta, rasanya guru kehidupan yang kita patut belajar darinya, adalah Ibu. Dalam kamus hidupku, IBU adalah sinonim dari kata CINTA.

Siapakah dia yang tulus memberi tanpa berpikir nanti akan menerima ? Seperi mentari yang menyinari bumi, tak sedikitpun berharap untuk dibalas. Aku begitu ingat ketika banyak hal yang mengecewakan yang telah kuperbuat, dan ketika itu Bapak begitu geram, Ibu yang meredakan amarahnya, dan berusaha untuk tetap mengingatkan dan terus mengingatkanku, agar memperbaiki diri. Tidak hanya saat itu, tapi esoknya, lusa dan hari-hari berikutnya. Tanpa lelah Ibu selalu mengingatkanku. Bahkan hingga menetes air matanya, mengalir, kecewa bercampur sedih, ada marah mungkin, tapi jika saja ada satu kata yang tepat merangkumnya, kata itu adalah : CINTA.

"Seberapapun banyak luka yang kita torehkan di hatinya (Ibu), takkan mampu membuatnya berhenti mencintaimu".

Aku ingat bagaimana air matanya mulai mengalir, karena kakiku yang luka dan ketika nafasku mulai tersengal-sengal karena sakit yang tiba-tiba suatu ketika. Ada ke-khuatiran yang begitu besar. Bahkan saat didengarnya aku demam sedikit, beliau segera saja mencarikan obat. Masih teringat di memoriku, ketika beliau merelakan perhiasannya, untuk keperluanku, padahal aku tahu itulah satu-satunya barang berharga yang dia miliki. Mungkin beberapa diantaranya terkesan berlebihan, tapi Ibu yang tidak tamat pendidikan tinggi hanya bijak berkata : yang penting kamu bahagia.

Antara Hidup dan Mati

"Antara hidup dan mati". Kalimat itu tiba-tiba membuatku (kembali) ingat ibu. Perbuatanku yang banyak mengecewakannya, hari-hari ketika aku menjadi duri dalam keluarga, dan hampir tak ada hal baik yang kuperbuat, sementara begitu besar cinta yang telah beliau berikan, berkelebat di benakku.

Saat kucoba mengingat apakah ada hal yang membuat Ibu bangga pada diriku, dibenakku malah muncul ketika ibu malu pada tetangga, malu pada guru-guruku di sekolah, malu pada saudara, bahkan malu pada dirinya sendiri, karena begitu sulitnya mengajakku memperbaiki diri, bahkan sekadar untuk mengurangi kenakalanku.

Mataku mulai pedih, berembun dan saat itu tak terasa ada yang mengalir di sela-sela mataku. Ada yang bergejolak di dadaku dan seperti ada yang meleleh. Aku tersungkur. Pilu.

Ya Rabbi', hamba mohon dengan sangat, berikanlah kebahagiaan yang tiada habis hingga akhir hayatnya, pada ibuku. Dan jadikanlah hamba salah satu pintu kebahagiaannya.



Tiada ulasan:

Catat Ulasan